Sabtu, 01 Oktober 2011

RUU Intelijen Digugat ke MK

28 KALI DIBACA



Disepakati DPR dan Pemerintah
JAKARTA - RUU Intelijen Negara yang telah disepakati DPR dan pemerintah dalam pengambilan keputusan tingkat I langsung dibayangi ekspresi ketidakpuasan dari kalangan LSM. Mereka mengancam akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sejumlah materi yang dianggap melanggar konstitusi.

’’Kemungkinan besar kami akan menggugat pasal mengenai rahasia intelijen dan penggalian informasi,’’ kata Direktur The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Al Araf sewaktu dihubungi kemarin (30/9).
Dia menyampaikan kategorisasi rahasia intelijen yang tidak rinci dan ’’karet’’ berpotensi besar mengancam prinsip keterbukaan informasi dan kebebasan pers. Ancaman pidana dari bocornya informasi intelijen, menurut Al Araf, seharusnya tidak ditujukan ke setiap orang. Melainkan cukup kepada personel intelijen yang mempunyai tanggung jawab memegang rahasia intelijen tersebut.
RUU Intelijen menyebut setiap orang yang dengan sengaja mencuri, membuka, atau membocorkan rahasia intelijen diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta. ’’Sesuatu yang tidak pantas, ada suatu rahasia intelijen bocor, warga negara yang malah kena hukum,’’ protes Al Araf.
Soal penggalian informasi, dia memandang itu juga sebenarnya tidak dibutuhkan. Intelijen oleh rancangan undang-undang (RUU) ini diberi wewenang melakukan penggalian informasi terhadap setiap orang, termasuk yang sedang menjalani proses hukum. Namun harus bekerja sama dengan penegak hukum terkait, misalnya kepolisian. Intelijen sendiri tidak boleh melakukan penangkapan dan penahanan.
Menurut Al Araf, aturan ini akan menimbulkan masalah. Karena KUHAP tidak mengenal keterlibatan intelijen dalam proses penyelidikan oleh aparat penegak hukum. Bila dipaksakan, justru membuka celah untuk digugat melalui praperadilan, karena tidak sah. ’’Ini membuat blunder dalam mekanisme criminal justice system,’’ tukasnya.
Terkait kewenangan penyadapan, Al Araf menyampaikan Imparsial masih akan mengkajinya lebih mendalam. Terutama karena tidak diaturnya persoalan audit penyadapan. ’’Dalam setahun seharusnya dilaporkan kepada publik. Cukup jumlah penyadapannya. Kalau ke parlemen, secara rinci,’’ ujarnya.
Sementara, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mempersilahkan bila ada pihak-pihak yang ingin menggugat RUU Intelijen Negara ke MK.  ’’Nggak apa-apa. Itu memang hak siapa pun, jika dianggap ada klausul di suatu UU bertentangan dengan konstitusi,’’ katanya.
Terkait pengaturan mengenai rahasia intelijen, Mahfudz menyebut komisi I dan pemerintah sudah melakukan sinkronisasi dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik, UU No. 43/2009 tentang Kearsipan, dan UU No. 40/1999 tentang Pers.
’’Kami exercise (uji, Red) betul. Sejauh ini, kami menilai rumusannya sudah sejalan,’’ ujarnya.
Mahfudz berharap pasal-pasal mengenai rahasia intelijen ini dicermati dengan kepala dingin. Ada perbedaan besar antara pembocoran informasi secara sengaja dengan peredaran informasi yang bocor.
’’Ada aparat intelijen sengaja membocorkan rahasia intelijen, maka dia terkena pidana. Tetapi setelah dibocorkan, ada pihak lain yang menerima atau terus  beredar dari mulut ke mulut, tangan ke tangan sampai ke media massa, itu tidak terkualifikasi dalam konteks ini. Kalau tidak, seribu orang bisa dipidana,’’ tukas Mahfudz.
Kamis malam (27/9), DPR dan pemerintah berhasil mencapai kesepakatan bulat dalam pengambilan keputusan tingkat I terhadap RUU Intelijen Negara. Dari pihak pemerintah diwakili Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar serta Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutanto. Rencananya, RUU ini disahkan menjadi UU dalam sidang paripurna DPR, Selasa mendatang.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mempersilakan jika ada pihak yang akan melakukan uji materi terkait UU Intelijen nantinya. Menurutnya, DPR sudah berupaya maksimal untuk mengubah sejumlah usulan di RUU Intelijen versi pemerintah.
’’Judicial review tidak apa-apa, itu hak rakyat,’’ kata Priyo usai salat Jumat di gedung parlemen, Jakarta, kemarin.
Dilanjutkan, apa yang disepakati pada Kamis (29/9) malam adalah jalan tengah antara DPR dengan pemerintah. Selama ini, kata Priyo, pemerintah dan DPR telah alpa dengan secara tidak sengaja melumpuhkan alat intelijen. Ini yang menyebabkan intelijen kerap terlambat satu langkah dibandingkan aksi yang terjadi. ’’Seperti kasus bom, sudah terdeteksi, kami ingin ke depan tidak salah langkah,’’ ujarnya.
Penguatan terhadap intelijen, imbuh Priyo, juga bukan berarti menjadikan lembaga telik sandi itu menjadi alat untuk kepentingan presiden. Menurut dia, DPR nantinya tetap memiliki kontrol atas fungsi-fungsi intelijen.
’’DPR mempunyai fungsi pengawasan, sekaligus bisa menganggarkan atau tidak menganggarkan dana kepada intelijen,’’ pungkasnya.
Terhadap kontrol atas bocornya informasi intelijen, Priyo mengakui memang awalnya harus bersumber dari pembocor pertama. Namun jika itu menyangkut informasi yang muncul di media, dia menjamin bahwa DPR akan memberi dukungan melalui perlindungan. ’’Alat-alat yang diberikan kepada intelijen itu untuk kepentingan keamanan negara yang lebih besar, keterlaluan kalau hanya untuk individu seperti wartawan,’’ tandasnya. (jpnn/c1/ary)

Seputar UU Intelijen

* Badan Intelijen Negara berwenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap setiap orang yang terkait dengan: kegiatan yang mengancam ketahanan nasional (pasal 31 ayat a) serta kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase (pasal 31 ayat b)

* Penyadapan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan negeri (pasal 32 ayat 3).
        
* Dalam pemeriksaan terhadap aliran dana, Bank Indonesia, bank penyedia jasa keuangan, atau lembaga analisis transaksi keuangan wajib memberikan informasi kepada BIN (pasal 33 ayat 2).

* Penggalian informasi terhadap setiap orang, termasuk yang sedang menjalani proses hukum, dilakukan dengan ketentuan: tanpa melakukan penangkapan dan/atau penahanan (pasal 34 ayat c), bekerja sama dengan penegak hukum terkait (pasal 34 ayat d).

* Selain menyelenggarakan fungsi intelijen, BIN menyelenggarakan fungsi koordinasi intelijen negara (pasal 28 ayat 2).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar