Kamis, 27 Oktober 2011

Tragedi Lampung


Tragedi Lampung 28 September 1999. Berawal ketika mahasiswa dari Universitas Lampung berjalan menuju Universitas Bandar Lampung untuk bergabung dengan rekan-rekan mereka melakukan aksi menentang RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) serta unjuk rasa solidaritas bagi rekan mereka yang meninggal di Semanggi Jakarta empat hari sebelumnya.
Setelah bergabung, mereka melakukan unjuk rasa dan berjalan menuju Makorem 043/Garuda Hitam. Akan tetapi, ketika melewati markas Koramil Kedaton dekat Universitas Bandar Lampung, mahasiswa dengan segera demi menurunkannya menjadi setengah tiang demi penghormatan bagi mahasiswa yang beberapa hari lalu telah tewas tertembak.
Setelah itu keadaan menjadi tidak terkendali karena Komandan Koramil menolak kehendak mahasiswa untuk menandatangi penolakan diberlakukannya UU PKB, dan terjadi saling lempar batu serta tembakan. Mahasiswa terpencar dan menyelamatkan diri ke dalam Universitas Bandar Lampung. Sesaat setelah itulah diketahu bahwa butiran peluru telah mengambil nyawa Muhammad Yusuf Rizal.
Hari itu tanggal 28 September 1999 Muhammad Yusuf Rizal, mahasiswa jurusan FISIP Universitas Lampung angkatan 1997, meninggal dunia dengan luka tembak di dadanya tembus hingga ke belakang dan juga sebutir peluru menembus lehernya. Ia tertembak di depan markas Koramil Kedaton, Lampung. Puluhan mahasiswa lainnya terluka sehingga harus dirawat di rumah sakit. Beberapa hari kemudian Saidatul Fitriah, Mahasiswa Universitas Lampung yang juga menjadi korban kekerasan aparat, akhirnya meninggal dunia.
Banyaknya korban disebabkan kampus Universitas Bandar Lampung dimasuki oleh aparat keamanan baik yang berseragam maupun yang tidak berseragam. Aparat juga melakukan pengejaran dan pemukulan terhadap mahasiswa, perusakan di dalam kampus yaitu berupa gedung, kendaraan roda dua maupun empat.

Pemuda Dan Cita-Cita Besar

Pemuda adalah pemilik masa depan. Seperti apa nasib bangsa dan negara ini di masa depan, sebagian atau sepenuhnya terletak di tangan pemuda. Tetapi, ada sesuatu yang mengusik mimpi-mimpi masa depan kita: seberapa pemuda yang masih berfikir tentang masa depan bangsa dan negara?
Tetapi zaman sudah berubah. Pemuda jaman sekarang sudah tidak sama dengan pemuda jaman sumpah pemuda ataupun jaman revolusi. Dalam derap modernisasi seperti sekarang, pemuda yang berfikir tentang bangsa dan negara bisa dianggap kolot alias ketinggalan jaman.
Kita hidup dalam dunia yang tak mau memberi aternatif. Kita dipaksa tunduk dan mengikuti disiplin pasar. Solidaritas horizontal, apalagi kebangsaan, sudah hancur berkeping-keping. Orang makin disibukkan untuk berfikir tentang dirinya sendiri atau kelompoknya. Dan, kadang-kadang solidaritas pun akan diukur dengan “harga” dan preferensi pasar.
Kita hidup dalam dunia yang mengubur mimpi-mimpi besar. Mereka membanjiri kita dengan keungunggulan indivualisme dan nihilisme. Seolah individualisme dan nihilitas sudah menjadi trend “kegaulan”. Orang begitu mudah mengeluarkan sumpah serapah kepada negara, tetapi membiarkan korporasi menaklukkan rakyat banyak.
Kalaupun ada yang bermimpi besar, maka itupun tidak jauh dari preferensi pasar; terkenal, selebritis, dan lain-lain. Hampir tidak ada lagi orang yang berani mengambil resiko, apalagi rela mati, hanya demi sebuah isme-isme. Tidak ada lagi yang mau mengikut seperti pemilik makam pahlawan tak dikenal, yang rela terbujur mati di makam-makam pahlawan tanpa dikenal nama, tanggal, dan tempat kelahirannya.
Pada bulan Juli 1948, saat republik muda ini sedang dikepung dan diserang oleh kolonialis, Bung Karno menyampaikan sebuah pidato yang sangat menggugah di hadapan pemuda-pemuda Aceh. Bung Karno mengatakan, “pemuda yang tidak bercita-cita bukanlah pemuda. Pemuda-pemudi yang tidak bercita-cita sudah mati sebelum mati.”
Anda bisa tidak setuju dengan Bung Karno. Akan tetapi, tanpa kehadiran pemuda bercita-cita seperti Soekarno, Hatta, Amir Sjarifuddin, Sjahrir, dan banyak lagi, apa mungkin bangsa Indonesia bisa menikmati sedikit kemerdekaan seperti sekarang. Jika tidak ada pemuda yang bercita-cita besar, apa mungkin ada bangsa dan negara yang bernama “Indonesia”.
Cita-cita besarlah yang menggerakkan seseorang, atau bahkan sebuah bangsa, untuk melangkah dengan bersemangat menyambut masa depan. Seorang Soekarno bisa saja mati dan fisiknya tidak ada lagi, tetapi cita-cita besarnya akan terus berkobar dan membakar dada orang-orang yang sejalan dengan cita-citanya.
Para pemuda di tahun 1928 telah mengikrarkan sebuah cita-cita: bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu. Tetapi, seperti dikatakan Bung Karno, ikrar  “satu bahasa, bangsa, dan tanah air” bukanlah tujuan akhir. Ia hanya sebuah jembatan menuju cita-cita yang lebih besar: masyakat adil dan makmur.
Oleh karena itu, sehubungan dengan krisis berat yang melanda bangsa saat ini, sudah saatnya para pemuda yang bercita-cita besar untuk tampil kedepan dan memperjuangkan kembali agar bangsa ini berjalan mengikuti relnya: cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Minggu, 02 Oktober 2011

Membicarakan Marhaenisme Dan Relevansinya Untuk Situasi Sekarang


Di bulan September 1958, Bung Karno telah menjawab klaim marhaenis di kalangan para pendukungnya. Dalam pidatonya di istana negara itu, Bung Karno mengatakan bahwa marhaenisme adalah marxisme yang diselenggarakan, dicocokkan, dilaksanakan di Indonesia.
Pidato itu adalah sebuah penegasan, setidaknya kepada kader-kader marhaen yang masih komunisto-phobia, bahwa marhaenisme adalah marxisme. Segera setelah itu, muncul penentangan dari dalam kubu Partai Nasionalis Indonesia (PNI) sendiri, terutama dari kubu Ketua Umum PNI, Osa Maliki. Kata Osa Maliki, “Marhaenisme berlawanan dengan Marxisme”.
Tetapi Soekarno tidak hanya sekali mengatakan bahwa Marhaenisme adalah Marxisme yang diterapkan di Indonesia. Itu dikatakannya berkali-kali, bahkan semakin diperlengkap dan disistematisir. Misalnya, pada tahun 1936 ketika berpidato di hadapan Front Marhaenis, Bung Karno mengatakan bahwa untuk memahami Marhaenisme, maka kita harus menguasai dua pengetahuan: (1) pengetahuan tentang situasi dan kondisi Indonesia, dan (2) pengetahuan tentang marxisme.
Soekarno mengakui bahwa dirinya sangat dipengaruhi oleh ajaran Karl Marx, terutama tentang materialisme-historisnya. Dan, pada saat itu, Soekarno jelas-jelas menyebut Marhaenisme sebagai penerapan materialis-historisnya Karl Marx dalam kekhususan masyarakat Indonesia.
Dalam Dictionary of the Modern Politics of South-East Asia (1995), karya Michael Laifer, disebutkan bahwa marhaenisme adalah salah satu varian dari marxisme. Mungkin bisa disejajarkan dengan Maoisme, José Carlos Mariátegui, Sosial demokrat, Leninisme, dan lain sebagainya.
>>>
Bung Karno mulai mengelaborasi gagasan-gagasan yang membentuk marhaenisme pada tahun 1920-an. Untuk mengerti gagasan-gagasan tersebut, tentu kita kita harus melihat kembali konteks saat itu. Pada saat itu, ada tiga gagasan besar yang mempengaruhi gerakan pembebasan nasional Indonesia: marxisme, nasionalisme dari bangsa tertindas, dan Islamisme yang anti-kolonial.
Sejarahwan Soviet yang juga penulis Biografi Soekarno, Kapitsa MS dan Maletin NP, menyebut gagasan Marhaenisme Soekarno itu sebagai ajaran yang eklektis, yang secara keseluruhan mengandung sifat-sifat subjektif dan idealis.
Alasannya, kata kedua sejarahwan Soviet itu, karena Soekarno mencampurkan ke dalam ajaran marhaenisme itu beberapa ajaran2 sosialisme borjuis kecil, khususnya sosialisme islam dan ide-ide tradisional, yang sejalan dengan gagasannya tentang demokrasi dan anti-imperalisme.
Pada awalnya, Soekarno agak berhati-hati dengan materialisme, karena anggapannya materialisme itu anti-tuhan. Tetapi, setelah beberapa saat kemudian, Soekarno sudah membedakan antara meterialisme-historis Marx dan materialism-nya Feurbach. “Materialisme itu adalah macam-macam, ada yang anti Tuhan, tetapi bukan Historis Materialisme. Yang anti Tuhan itu materialisme lain, misalnya materialisme-nya Feuerbach: Filosofis Materialisme, Wijsgerig Materialisme,” kata Soekarno.
Kata ”Marhaen” sendiri merujuk kepada nama seorang petani kecil yang ditemui Soekarno. Marhaenisme, jika kita lihat dari urian Bung Karno di tulisan ”Marhaen dan Proletar”, adalah sebuah analisa terhadap klas-klas sosial dalam relasi produksi mayarakat Indonesia.
Kenapa menggunakan istilah Marhaen, bukan proletar? Karena, menurut Soekarno, keadaan eropa tidak sama dengan keadaan di Indonesia. Di Eropa, kapitalisme yang berkembang adalah ’kepabrikan’, sedangkan di Indonesia adalah pertanian; di eropa kapitalisme bersifat zuivere industrie (murni industri), sedangkan di Indonesia 75% bersifat onderming gula, onderneming teh, onderneming tembakau, onderneming karet, onderneming kina, dan lain sebagainya.
Soekarno lalu menyimpulkan:
    ”Bahwa di sana kapitalisme itu terutama sekali kaum proletar 100%, sedangkan di sini terutama sekali menghasilkan kaum tani melarat yang papa dan sengsara? Bahwa di sana memang benar mati-hidupnya kapitalisme itu ada di genggaman kaum proletar, tetapi di sini sebagian besar ada di dalam genggaman kaum tani? Bahwa dus sepantasnya di sana kaum proletar menjadi ”pembawa panji-panji”, tetapi di sini belum tentu harus juga begitu?”
Ada yang mengatakan, Soekarno seorang eklektik karena mengutamakan borjuis kecil dalam revolusinya. Saya rasa tidak begitu. Soekarno, dalam tulisan ’Marhaen dan Proletar”, memberikan penghargaan kepada kaum buruh sebagai—meminjam istilah Soekarno: ”menjadi pemanggul panji-panji revolusi sosial”.
Ia dengan terang membedakan antara karakter klas kaum tani dan kaum buruh. Menurutnya, kaum tani umumnya masih hidup satu kaki di dalam ideologi feodalisme, hidup dalam angan-angan mistik yang melayang-layang di atas awang-awang, dengan pergaulan hidup dan cara produksi yang masih kuno. Sedangkan Proletar, di mata Soekarno, sudah mengenal pabrik, mesin, listrik dan cara produksi kapitalisme. ”Mereka langsung menggenggam hidup-matinya kapitalisme di dalam tangan mereka, lebih direct mempunyai gevechtswaarde anti-kapitalisme,” kata Soekarno.
>>>
Kenapa Marhaenisme tidak berkembang setelah Bung Karno tiada?
Sudah jelas, marhaenisme tidak bisa dipisahkan dari ajaran marxisme. Akan tetapi, ketika Soekarno menegaskan hal itu, sebagian pengikutnya di dalam PNI menyatakan penentangan keras. Padahal, seharusnya PNI inilah yang menjadi kendaraan operasional dan pengembangan ideologi Soekarno itu.
Pemisahan terhadap Marhaenisme dan Marxisme makin kentara ketika Soeharto berkuasa. Kita tahu, selepas Soeharto melakukan kudeta terhadap Soekarno, orang-orang kiri, yang tidak lain penganut marxisme atau terpengaruh marxisme, dikejar-kejar dan dibasmi dengan kejam. Orang pun lantas takut dituding penganut marxisme.
Jadi, ajaran marhaenisme pasca bung Karno adalah marhaenisme tanpa marxisme. Karena landasan teorinya dihilangkan, maka marhaenisme pun mengalami kebangkrutan sebagai teori perjuangan.
Apakah marhaenisme masih relevan untuk sekarang ini?
Menurut saya, marhaenisme, sebagai marxisme yang dipraktekkan di Indonesia, adalah sebuah teori ilmiah yang menentang dogmatisme. Soekarno tidak mau mengcopy-paste begitu saja marxisme dari Eropa untuk diterapkan di Indonesia.
Inilah pula yang dilakukan oleh Lenin dalam konteks Rusia, Mao dalam situasi Tiongkok, atau José Carlos Mariátegui di Peru.
Dengan penentangan yang kuat terhadap dogmatisme, maka marhaenisme semestinya bisa berkembang menjadi teori perjuangan yang canggih dan sesuai dengan nafas perkembangan jaman.
Sebagaimana marxisme sebagai the guiding theory untuk menjalankan perjuangan, maka Marhaenispun adalah the guiding theory untuk perjuangan rakyat Indonesia. Soekarno sendiri berkata:
    ” Jangan sekali lagi engkau terima Marhaenisme itu sekedar teori, tidak, Guide to action, dan engkau harus act, engkau harus berjuang dan bertindak. Saudara-saudara, tujuannya sudah jelas, tujuan kita sudah jelas, yaitu masyarakat adil dan makmur didalam Indonesia merdeka yang merdeka betul. Kerangka Revolusi yang ketiga : Indonesia merdeka, berbentuk negara Republik Indonesia, kesatuan, berwilayah kekuasaan dari Sabang sampai ke Merauke. Itu harus kita laksanakan dengan action, dengan action, dengan perbuatan, dengan amal. Masyarakat yang adil dan makmur, masyarakat Sosialisme Indonesia, –aku selalu berkata, tanpa exploitation de l’homme par l’homme.”
Juga, karena penekanan marhaenisme pada ”pemilik produksi kecil”, maka ia menjadi sangat relavan untuk menjawab kekhususan karakter kapitalisme Indonesia dalam alam neoliberal saat ini. Perkembangan ini ditandai dengan melonjaknya sektor informal akibat de-industrialisasi. Sekarang ini pertumbuhan sektor informal yang sekarang ini mencapai 70% dari angkatan kerja. Ini meliputi keseluruhan sektor perdagangan kecil (asongan, PKL, calo, dll), Industri pengolahan kecil (industri rumah tangga, kerajinan, dan lain-lain), dan pertanian (petani menengah, miskin, dan gurem).
Saya sendiri berkesimpulan, bahwa sangat sulit berbicara gerakan perubahan atau semacam revolusi di Indonesia tanpa memperhitungkan peranan “pemilik produksi kecil” ini.

Imperialisme Tua Dan Modern (III)


mperialisme-tua dalam hakekatnya tak beda
Begitulah artinya imperialisme-modern.
Dan artinya imperialisme-tua?
Imperialisme-tua, sebagai yang kita alami dalam abad-abad sebelum bagian kedua abad ke – 19–, imperialisme-tua dalam hakekatnya adalah sama dengan imperialisme-modern: nafsu, keinginan, cita-usaha, kecenderungan, sistem untuk menguasai atau mempengaruhi rumah tangga negeri lain atau bangsa lain, nafsu untuk melancarkan tangan keluar pagar negeri sendiri. Sifatnya lain, azas-azasnya lain, penglahirannya lain,–tapi hakekatnya sama!
Di dalam abad-abad yang pertama atau di dalam abad ke-19, di dalam abad ke-16 atau ke-20,–kedua-duanya adalah imperialisme! Imperialisme, –begitulah kami katakan tadi–, terdapat pada semua zaman! Ya, sebagai Prof. Jos. Schumpeter katakan:
“sama tuanya dengan dunia,–nafsu yang tiada berhingga dari suatu negara untuk meluaskan daerahnya dengan kekerasan keluar batas-batasnya menurut alam”[1].
Imperialisme mana juga yang kita ambil, imperialisme-tua atau imperialisme-modern,–bagaimana juga kita bulak-balikkan, dari mana juga kita pandang,–imperialisme tetap suatu faham, suatu nafsu, sesuatu sistem,–dan bukan amtenar B.B., bukan pemerintahan, bukan gezag, bukan bangsa Belanda, bukan bangsa asing manapun juga,–pendek kata bukan badan, bukan manusia, bukan benda atau materi!
Azas imperialisme itu urusan rezeki
Nafsu, kecenderungan, keinginan atau sistem ini sejak zaman purbakala sudah menimbulkan politik luar negeri, menimbulkan perseteruan dengan negeri lain, menimbulkan perlengkapan senjata darat dan senjata armada, menimbulkan perampasan-perampasan negeri asing, menimbulkan jajahan-jajahan yang mengambil rezekinya,–dalam di dalam zaman modern ia menimbulkan “Bezugländer”, yakni tempat mengambil bekal industri, menimbulkan daerah-daerah pasaran bagi hasil-hasil industri itu, menimbulkan lapangan bergerak bagi modal yang tertimbun-timbun…, menimbulkan “daerah pengaruh”, menimbulkan “protektorat-protektorat”, menimbulkan “negeri-negeri mandat” dan “tanah jajahan” dan bermacam-macam “lapangan usaha” yang lain, sehingga imperialisme adalah juga bahaya bagi negeri-negeri yang merdeka[2].
Baik “daerah-daerah pengaruh”, maupun “negeri-negeri mandat”, baik “protektorat” maupun “tanah jajahan”,–semua terjadinya begitu, sebagai ternyata pula dari dalil-dalil kami tadi, untuk mencari rezeki atau untuk menjaga penarian rezeki, semuanya ialah hasil keharusan-keharusan ekonomi. Partai Nasional Indonesia menolak semua teroi yang mengatakan aha asal-asal penjajahan dalam hakekatnya bukan pencarian rezeki, menolak semua teori yang mengajarkan, bahwa sebab-sebab rakyat Eropa dan Amerika mengembara di seluruh dunia dan mengadakan tanah-tanah jajahan di mana-mana itu, ialah oleh keinginan mencari kemashuran, atau oleh keinginan kepada segala yang asing, atau oleh keinginan menyebarkan kemajuan dan kesopanan. Teori Gustav Klemm yang mengajarkan, bahwa menyebarnya “bangsa menang” ke mana-mana itu selain oleh nafsu mencari kekayaan ialah didorong pula oleh “nafsu mencari kemashuran”, “nafsu mencari keakuran”, “nafsu melihat negeri asing”, “nafsu mengembara merdeka”, atau teori Prof. Thomas Moon yang mengatakan, bahwa imperialisme itu selain berazas ekonomi juga adalah berazas nasionalisme dll., sebagai diutarakan dalam bukunya “Imperialism and World-politics[3]”,–teori-teori itu buat sebagian besar kami tolak sama sekali. Tidak! Bagi Partai Nasional Indonesia penjajahan itu asal-asalnya yang dalam dan azasi, ialah nafsu mencari benda, nafsu mencari rezeki belaka.
“Asal penjajahan yang pertama-tama hampir selalu ialah tambah sempitnya keadaan penghidupan di negeri sendiri”,
begitu Prof. Dietrich Schäfer menulis[1] [4]dan Dernburg, Kolonialdirektor negeri Jerman sebelum perang, dengan terus terang mengakui pula:
“Penjajahan ialah usaha mengolah tanah, mengolah harta-harta di dalam tanh, mengolah tanam-tanaman, mengolah hewan-hewan dan terutama mengolah penduduk, untuk keuntungan keperluan ekonomi dari bangsa yang menjajah”…..[2]
O memang, Tuan-tuan Hakim, penjajahan membawa pengetahuan, penjajahan membawa kemajuan, penjajahan mebawa kesopanan. Tetapi yang sedalam-dalamnya ialah urusan rezeki, atau sebagai Dr. Abraham Kuyper menulis dalam bukunya “Antirevolutionaire staatkunde”:–“suatu urusan perdagangan”, “een mercantiele betrekking”!
“Jajahan-jajahan dengan tiada pembentukan keluarga sendiri yang menetap, memberi kesempatan menyuburkan penghasilan negeri bumi-putera, menggali tambang-tambang, menjualkan barang kita di situ dan sebaliknya mencarikan pasar di negeri-negeri kita buat barang-barang dari tanah jajahan itu, tapi perhubungan adalah tetap perhubungan ekonomi. Yang dipentingkan ialah pembukaan tambang-tambang, pembikinan barang-barang, perhubungan pasar dan perdagangan seberang lautan, tapi bahkan dalam hal bahasa dan adat istiadat, dan terutama dalam hal agama, bangsa yang menjajah itu bisa mengasingkan diri sama sekali dari rakyat yang dijajahnya. Perhubungan adalah perhubungan perdagangan dan tetap demikian sifatnya, yang mengayakan negeri yang menjajah dan tidak jarang membikin miskin negeri yang dijajah”.[5]
Dan Brailsford di dalam bukunya yang paling baru[6] berkata:
“Imperialisme itu telah memahatkan sejarahnya yang indah tentang keberanian dan kehebatannya dalam hal organisasi di dalam kulit bumi sendiri, dari Siberia yang ditutupi es sampai ke gurun-gurun pasir di Afrika-Selatan.
Tapi hadiah-hadiah pendidikan, rangsang-rangsang kecendikiaan dan pemerintahan yang lebih berperikemanusiaan yang turut dibawanya, senantiasa hanyalah barang-barang sisa dari kegiatannya yang angkara murka. Menganugerahkan hadian-hadiah ini, jarang-jarang, barangkali juga tidak pernah, menjadi alasan pioner-pionernya yang kuat-kuat itu. Kalaupun mereka itu mempunyai sesuatu alasan, yang agak luhur dari keuntungan kebendaan, maka alasan itu ialah untuk kemuliaan dan kebesaran negeri induk.
Tapi nafsu yang mendorong mereka pergi ke “tempat-tempat yang bermandikan cahaya matahari” itu, biasanya ialah keinginan untuk memohopoli suatu pasar bahan-bahan mentah, atau perhitungan yang lebih rendah lagi, bahwa di situ banyak terdapat tenaga buruh yang murah dan tidak tersusun dalam organisasi, sedia untuk dipergunakan. Kalau bukan semua ini yang menjadi alasan, maka yang menjadi alasan ialah perhitungan yang bersumber kepada saling pengaruh antara kepentingan kebendaan dan keadaan-keadaan ilmu bumi. . . . Kesopanan menghasilkan suatu keenakan, yang jelas sekali mengabdi kepada maksud-maksud kita sendiri”.
Tidakkah karena itu, benar sekali kalau Prof. Anton Menger menulis:
“Tujuan penjajahan yang sesungguhnya iala memeras keuntungan dari suatu bangsa, yang lebih rendah tingkat kemajuannya; di masa orang rajin beramal ibadat tujuan ini dibungkus dengan perkataan untuk “Agama Kristen” dan di zaman kemajuan dengan perkataan untuk “kesopanan” orang Inlander”, atau kalau Friedrich Engels bersenda gurau:
“Bangsa Inggris selamanya mengatakan Agama Kristen, tapi maksudnya ialah kapas”?
Nafsu akan rezeki. Tuan-tuan Hakim, nafsu akan rezekilah yang menjadi pendorong Colombus menempuh samudera Atlantik yang luas itu; nafsu akan rezekilah yang menyuruh Bartholomeus Diaz dan Vasco da Gama menentang hebatnya gelombang samudera Hindia; pencarian rezekilah yang menjadi “noordster” dan “kompas”nya[3] Admiraal Drake, Magelhaens, heemskerck atau Cornelis de Houtman. Nafsu akan rezekilah yang menjadi nyawanya kompeni di dalam abad ke-17 dan ke-18; nafsu akan rezekilah pula yang menjadi sendi-sendinya balapan cari jajahan dalam abad ke-19, yakni sesudah kapitalisme-modern menjelma di Eropa dan Amerika.

[1] Prof. Jos Schumpeter, penulis buku “Zur Sosiologie der Imperialismus”.
[2] Perang terbuka (perang dunia) atau perang lokal yang diprakarsai oleh negara-negara imperialis itu menjurus ke penguasaan daerah dan negara lain dengan cara seperti protektorat oleh Inggris terhadap Mesir dari tahun 1923-1952, Mesopotamia lewat Volkenbond dijadikan daerah mandat bagi Inggris.
[3] Seperti lazimnya, kaum imperialis itu menyediakan ahli-ahli yang membela tindak-tanduk mereka, termasuklah Gustav Klemm, yang menyatakan bahwa imperialisme itu bertujuan memperbaiki nasib rakyat jajahan.
[4] Prof Dietrich Schafer dalam “Kolonial Geshichte” (Risalah Penjajahan) hal 12.
[5] Dr Abraham Kupyer “Antirevolusionaire staatkunde” yang dikutip oleh Snouck Horgronje dalam bukunya “Colijn over Indie” (Colijn tentang Indonesia).
[6] Brailsford dalam buku “Hoe long nog?” (berapa lama lagi?) hal 221 dst

Bung Karno Dan Negara Res Publica


Pada tahun 1956, pertarungan politik dan gagasan di Indonesia mengarah kepada satu kesimpulan: demokrasi liberal harus segera diakhiri. Bung Karno, yang sejak awal menyatakan ketidaksukaannya terhadap model demokrasi ini, semakin menegaskan sikapnya dalam sebuah pidato di hadapan Majelis Konstituante.
Kepada para calon pembuat konstitusi baru itu, Bung Karno telah menganjurkan agar konstitusi baru disusun berdasarkan realitas yang hidup di Indonesia. “Jangan meniru atau menyadur konstitusi orang lain,” kata Bung Karno. Ia menyerukan agar Konstituante membuat konstitusi yang sesuai dengan kebutuhan rakyat.
>>>
Di tengah-tengah pidato itu, Bung Karno mengajak anggota Konstituante merenungkan arti kata Republik. Pasalnya, banyak yang memahami republik dari bentuk luarnya saja, tetapi belum memahami isinya.
Istilah “Republik”, kata Bung Karno, berasal dari kata “Res Publica”, yang berarti kepentingan umum. Ia merupakan negasi dari bentuk negara yang hanya diperuntukkan untuk kepentingan satu individu ataupun kepentingan satu klas.
Sekalipun banyak negara yang menganut sistim republik, kata Soekarno, tetapi mereka tidak konsisten menerapkan makna “kepentingan umum” itu. Lagi-lagi Bung Karno merujuk ke eropa. Di sana, katanya, mereka ber-res-publica hanya di lapangan politik saja, tetapi tidak melakukannya di lapangan ekonomi.
“Kekuasaan ekonomi tidak mau  mereka akui sebagai hak bersama. Jangankan di dalam praktek, di dalam teori pun tidak,” kata Bung Karno.
Demikian pula dengan lapangan sosial dan budaya, terkadang res-publica juga tidak menyentuh wilayah ini. Sehingga pintu kehidupan sosial dan kebudayaan sering terutup bagi mereka yang tidak berkuasa.
Tetapi gagasan Republiken ala Bung Karno jelas berbeda dengan gagasan Republiken yang diadopsi oleh sebuah Partai Sarekat Rakyat Independen (SRI). Rocky Gerung, seorang ideolog partai SRI, mengidentifikasi republikanisme sebagai pengaktifan warga negara dalam kehidupan politik, dimana warga negara bukan penerima pasif. Ide republikanisme ala SRI adalah mirip dengan res-publica yang dikritik habis-habisan oleh Bung Karno, yaitu res publica yang hanya diselenggarakan di lapangan politik.
Melihat uraian Bung Karno itu, kita melihat adanya konsistensi dalam teori-teori dan keinginan-keinginan politiknya: ketika menyampaikan pidato 1 Juni 1945 (kelahiran Pancasila), Soekarno dengan tegas mengatakan Indonesia merdeka tidak hanya mengejar politieke democratie (demokrasi politik) saja, tetapi juga memperjuangkan socialie rechtvaardigheid (keadilan sosial).
Dan melalui pidato itu, Bung Karno kembali menegaskan bahwa Indonesia merdeka bukanlah negara untuk satu golongan, bukan pula negara borjuis, melainkan sebuah negara yang dimiliki seluruh rakyat. “Maka res-publica pun dijalankan di semua lapangan: politik, ekonomi, sosial, dan budaya”. “Harus menjadi republiken 100%,” begitu kata Bung Karno.
Sayang sekali, Konstituante gagal menghasilkan konstitusi baru.
Akhirnya, pada 22 April 1959, melalui pidato berjudul “Res Publica! Sekali Lagi Res Publica!”, Soekarno telah mengajak untuk kembali ke UUD 1945. Lalu pada tanggal 5 Juli 1959, Bung Karno mengeluarkan dekrit. Maka bubarlah Konstituante itu dan bangsa Indonesia pun kembali ke UUD 1945.
>>>
Tetapi, untuk mencapai cita-cita res-publica yang dimimpikan Soekarno, ia perlu faktor pendukung: lingkungan politik yang stabil, persatuan nasional yang kuat, dan semangat rakyat yang berjuang.
Tetapi demokrasi liberal telah menjadi halangan untuk itu. Pertama, demokrasi parlementer menyebabkan pemerintahan tidak stabil, sehingga pemerintahan tidak bisa bekerja secara maksimal.
Sejak penerapan demokrasi parlementer, terhitung ada tujuh kali pergantian kabinet: Natsir (1950-1951), Sukiman, 10 bulan (April 1951-Februari 1952), Wilopo 14 bulan (April 1952-Juni 1953), Ali Sastroamidjojo 24 bulan (Juli 1953-Juli 1955), Burhanuddin Harahap 7 bulan (Agustus 1955-Maret 1956), lalu kembali Ali Sastroamidjojo 12 bulan (Maret 1956-Maret 1957).
Kedua, demokrasi parlementer membawa bangsa Indonesia yang masih muda ke dalam sebuah krisis; friksi antar partai politik, saling jegal antar golongan politik, menurunnya semangat juang, dan lain sebagainya.
Hal itu, dalam bayangan Bung Karno, sangat terang melemahkan persatuan nasional. Padahal, di satu sisi, masih ada tugas nasional yang belum selesai, yaitu menghancurkan sisa-sisa kolonialisme dan imperialisme.
Ketiga, Demokrasi itu juga dianggap oleh Bung Karno telah meracuni rakyat: munculnya ego-sentrisme. Ego-sentrisme telah memicu gerakan separatism di daerah, baik yang bersifat kedaerahan maupun keagamaan.
Bagi sebagian pengamat politik, seperti Ignas Kleden, pengalaman demokrasi parlementer memberikan pencapaian positif: perdebatan yang tekun dan bermutu tinggi telah membuka jalan ke arah konstitusionalisme, sebagai suatu cita-cita yang hendak dijadikan tradisi dalam masyarakat baru.
Bung Karno sangat tegas menolak demokrasi liberal ataupun ‘diktatur’.
Demokrasi liberal, seperti berulang-ulang dikatakannya, hanya mengejar persamaan di lapangan politik, tetapi mengabaikan persamaan sosial atau ekonomi.
“Seperti juga dalam perdagangan, jika kesempatan yang sama itu tidak dibarengi dengan kemampuan yang sama, maka golongan yang lemah akan tertindas oleh golongan yang kuat,” ujarnya Soekarno, seraya menyakinkan anggota konstituante.
Oleh karena itu, muncul ide Soekarno untuk mendesakkan sebuah tipe demokrasi yang terbimbing atau terpimpin, yakni sebuah demokrasi mencegah terjadinya eksploitasi oleh si kuat terhadap si lemah.
Tetapi perlu dicatat, terkait penerapan model demokrasi terpimpin itu, Soekarno menggaris-bawahi bahwa hal itu hanya dilakukan dalam masa transisi. Transisi yang dimaksud adalah peralihan dari alam kolonialisme ke nasional; peralihan dari perbudakan ke alam kemerdekaan politis-ekonomis.
Periode transisi sendiri akan berakhir pada satu titik: saat dimana emansipasi ekonomi dan sosial sudah merata.
Tetapi, dimata banyak pengamat politik, demokrasi terpimpin dianggap menciptakan benih otoritarianisme; ada pelarangan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Masyumi, ada pula pelarangan terhadap karya-karya seniman yang tak sejalan dengan pemerintah, ada pembredelan sejumlah surat kabar.
Tetapi, perlu dicatat di sini, bahwa “pelarangan” tidak berarti penghancuran secara fisik terhadap partai atau kegiatan politik dimaksud. Kita jangan membayangkan “pelarangan” di sini seperti ketika Soeharto melarang PKI dan ajarannya. Soe Hok Gie, yang aktivis Gerakan Mahasiswa Sosialis—dekat dengan PSI, masih beraktivitas dan aktif berhubungan dengan orang-orang PSI.
Soekarno sendiri menolak menjadi diktatur, sekalipun kesempatan itu berkali-kali datang kepadanya. Pada tanggal 17 Oktober 1952, misalnya, ketika militer melancarkan kudeta dan memintanya membubarkan parlemen, Soekarno menjawab, “Bapak tidak mau berbuat dan dikatakan sebagai diktator.”

Kolonialisme Di Sektor Pertambangan

Pada saat revolusi Agustus masih berkobar, rakyat Indonesia berhasil merebut sejumlah perusahaan milik Belanda, termasuk perusahaan pertambangan. Di ladang-ladang minyak, muncul perusahaan yang diorganisasikan oleh pejuang republik, yang sering menyebut dirinya “laskar minyak”.
Itulah cikal-bakal berdirinya Perusahaan Minyak Indonesia (Permiri) di Sumatera Selatan, Perusahaan Minyak Negara Republik Indonesia (PMNRI) di Sumatera Utara, dan Perusahaan Tambang Minyak Nasional (PTMN) di Jawa Tengah.
Itu hanya secuil kisah tentang bagaimana kehendak revolusi agustus, juga semangat seluruh rakyat Indonesia, berusaha mengakhiri praktek kolonialisme di lapangan ekonomi. Meskipun semangat itu menemui banyak kendala, bahkan perusahaan yang sudah direbut berakhir macet, tetapi ada hal yang tak dapat dibantah: rakyat tak menghendaki kolonialisme merampok kekayaan alam kita.
Tetapi semangat itu benar-benar berhenti pada tahun 1967. Saat itu, Soeharto, setelah membuat perjanjian khusus dengan para kolonialis di Jenewa, segera membuka pintu bagi modal asing di berbagai sektor ekonomi di dalam negeri. Salah satunya kehadiran PT. Freeport di Papua.
PT. Freeport melakukan penambangan di dua kawasan, yaitu tambang Ertsberg (dari 1967 hingga 1988) dan tambang Grasberg (sejak 1988). Konon, sejak tahun 1968 hingga sekarang pertambangan itu telah mengasilkan 7,3 juta ton tembaga dan 724,7 juta ton emas. Kalau diuangkan dalam bentuk rupiah: taruhlah harga emas Rp300.000/gram, maka 724.700.000.000.000 gram x Rp300.000= Rp 217.410.000.000.000.000.000 atau Rp217.410 biliun.
Apakah Indonesia mendapat untung? Tidak. Menurut Surjono H. Sutjahjo, dari Fakultas Pertanian IPB, prosentase bagi hasil antara pihak Indonesia dan pihak PT. Freeport sangat tidak adil: Indonesia mendapat 1% dan Freeport mendapatkan 99%.
Rejeki nomplok Freeport belum berakhir di situ. Ketika emas dan tembaga di kawasan itu mulai menipis, tetapi di bawahnya, tepatnya di kedalaman 400 meter, ditemukan kandungan uranium. Uranium punya harga seratus kali lebih mahal dari emas.
Nasib buntung juga dirasakan Indonesia saat sejumlah ladang minyak dikuasai oleh perusahaan Shell (Belanda). Pada tahun 2005, misalnya, pendapatan Shell di Indonesia mencapai US$ 178 miliar (Rp 1.600 triliun), sementara Pertamina hanya mendapat untung sebesar Rp 322 triliun. Keuntungan Shell itu bahkan melebihi anggaran APBN Indonesia pada saat itu yang berjumlah Rp 463,3 triliun (kalau tidak salah).
Tetapi bukan cuma penerimaan negara yang cekak. Terdapat puluhan perusahaan-perusahaan asing yang menunggak pajak, dan itu dilakukan selama lima kali pergantian Menteri Keuangan.
Perlu kami tambahkan pula, pekerja Indonesia di perusahaan-perusahaan asing terkadang tidak mendapat perlakuan yang wajar. Mereka sering mendapat perlakuan diskriminatif, sehingga upah atau kesejahteraan mereka lebih murah ketimbang pekerja asing.
Ada benarnya apa yang pernah dikatakan Bung Karno 81 tahun silam, tepatnya ketika menyampaikan pidato pembelaan di hadapan pengadilan kolonial, bahwa kolonialisme dan imperialisme hanya butuh empat hal: bahan baku, pasar untuk barang-barang mereka, tempat penanaman modal, dan tenaga kerja murah.
Tetapi, pada tanggal 1 Juni 2011 lalu, saat peringatan lahirnya Pancasila, Presiden SBY sudah mengeluarkan janji mahal: renegosiasi semua kontrak pertambangan yang merugikan bangsa Indonesia.
Kita belum tahu seperti apa janji itu dijalankan. Kita juga belum tahu apakah pemerintah sudah membentuk panitia atau tim kerja khusus untuk urusan itu. Bahkan, kita tidak pernah dengar seperti apa kemajuan rencana itu, dan perusahaan mana saja yang setuju dan tidak setuju dengan renegosiasi.
Akan tetapi, dalam keyakinan kami, sepanjang proses renegosiasi ini tidak melibatkan partisipasi rakyat, maka isu renegosiasi hanya akan menjadi “pintu baru” untuk kongkalikong antara pemerintah Indonesia dan perusahaan asing. Sebab  kami tahu betul watak dan mental pemerintah Indonesia yang sangat inlander itu.
Padahal, semua itu tidak perlu terjadi jikalau saja pemerintah setia dan mau menjalankan konstitusi dengan benar, khususnya pasal 33 UUD 1945.

Hati-Hati Debu Pengaspalan di Jalan Teuku Umar

BANDARLAMPUNG - Pengendara roda diharap waspada saat melintasi jalan Teuku Umar mulai dari depan Hotel Sari Damai hingga Taman Makam Pahalawan Bandar Lampung.

Ini disebabkan lajur Teuku Umar menuju arah Tanjung Karang sedang mengalami pengaspalan. Petugas yang berusaha membersihkan pasir dari jalanan sebelum diaspal dengan memnggunakan alat penyemprot membuat pasir beterbangan dengan liar.

"Pengerjaan pengaspalan memang kita lakukan di malam hari untuk menghindari keramaian lalu lintas," ujar seorang pekerja Alex, kepada Tribunlampung.co.id, Minggu (2/10/2011) . (heru)

Anomali Iklim Pukul Petani

BANDAR LAMPUNG - Sekretaris Dinas Perkebunan Pemprov Lampung, Bambang G Sumadi mengakui terjadinya penurunan produktivitas tebu. Ini disebabkan pengaruh anomali iklim terutama kekeringan berkepanjangan.

Kemarau membuat pertumbuhan tanaman terhambat, mengalami kelayuan. Bambang menerangkan, bunga menjadi tidak normal, dan bisa gugur. Bambang menuturkan dalam kondisi seperti ini, hampir tidak ada yang bisa dilakukan dinas karena tanaman dalam kondisi lemah.

"Kegiatan seperti memupuk mustahil dilakukan," kata Bambang kepada Tribunlampung.co.id, Minggu (2/10/2011).

Perombakan Kabinet 11–20 Oktober

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dipastikan tetap akan melakukan perombakan (reshuffle) Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II demi perbaikan kinerja. Jika melihat jadwal SBY, Staf Khusus Presiden Heru Lelono memperkirakan, penggantian sejumlah Menteri itu akan dilakukan pada pertengahan bulan depan.
           Heru Lelono mengaku belum bisa memastikan tanggal persisnya. Namun sepertinya perombakan itu tidak akan dilakukan pada awal bulan karena Presiden SBY sedang banyak kegiatan kenegaraan.  ’’Tanggal 11 Oktober beliau keluar kota, tanggal 20 Oktober juga. Mungkin di antara tanggal itu (pengumumannya),’’ ujar Heru di sela Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. kemarin (28/9).
           Heru yang merupakan salah satu komisaris Bank BRI ini menegaskan bahwa perombakan Kabinet Indonesia Bersatu II bulan depan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan. Apalagi masa pemerintahan tinggal tiga tahun lagi. ’’Target utamanya untuk perbaikan kinerja yang dilakukan setelah evaluasi kinerja dan kebijakan yang dikeluarkan para menteri dalam dua tahun ini,’’ tambahnya.
       Meski demikian, Heru tidak menampik bahwa kepentingan politik juga menjadi pertimbangan presiden dalam perbaikan kabinet pada bulan Oktober mendatang.  Meski begitu porsi politik tidak besar. ’’Di Indonesia siapa pun Presidennya tidak bisa lepas dari politik, tetapi dalam reshuffle besok politik bukan pertimbangan utama,’’ tegasnya.
       Heru mengakui bahwa faktor kesehatan juga menjadi pertimbangan SBY. Sebab Menteri harus memiliki daya tahan untuk bekerja terus sampai 2014. Ungkapan itu seolah mengisyaratkan rencana penggantian Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mustafa Abubakar yang beberapa waktu lalu harus dirawat di Singapura akibat sakit jantung.  ’’Kesehatan itu syarat mutlak bagi seorang Menteri,’’ tegasnya.
       Heru membenarkan bahwa Presiden SBY sudah melakukan sejumlah pertemuan dengan para pimpinan parpol untuk membicarakan rencana pergantian sejumlah menteri itu. ’’Itu fakta politik tetapi yang menjadi sasaran adalah perbaikan kinerja pemerintahan sampai 2014, karena Presiden juga berpikiran untuk memberikan warisan kerja yang baik bagi penggantinya mendatang,’’ ungkapnya.
       Dengan target perbaikan kinerja pemerintahan, lanjut Heru, reshuffle kabinet juga akan disertai berbagai perubahan atau pergantian pimpinan di BUMN, badan negara dan komisi-komisi negara.  ’’Perbaikan juga pada BUMN, badan-badan dan komisi-komisi yang terkait dengan pembangunan, semua akan diperbaiki,’’ lanjutnya.
       Mengenai posisinya sebagai Komisaris Bank BRI, Heru mengaku dirinya mewakili pemerintah sebagai pemegang saham BRI. Dia menegaskan bahwa secara pribadi Presiden SBY tidak memiliki misi khusus menempatkan dirinya di bank pelat merah tersebut.  ’’Tentunya yang punya kepentingan adalah pemerintah sebagai pemegang saham. Tidak ada titipan khusus dari Presiden kepada perusahaan BUMN,’’ tukasnya.
    Terkait nama-nama menteri yang bakal diganti, pihak Partai Demokrat juga sudah mulai menyampaikan sinyal beberapa pos yang bakal diganti. Ketua Departemen Perekonomian DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana mengungkapkan, bahwa ada beberapa bidang di kementrian yang perlu mendapat evaluasi yang berbuntut reshuffle.
        ’’Perekonomian ada (yang di-reshuffle), karena kita butuh ekonomi yang baik,’’ ujar Sutan, Bhatoegana, di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
       Meski tidak menyebutkan siapa yang akan diganti, namun pernyataan Sutan tersebut selaras dengan indikasi yang sempat disampaikan Menko Perekonomian Hatta Radjasa beberapa waktu sebelumnya. Yaitu, pembantu presiden di bidang perekonomian yang akan diganti adalah menteri yang selama ini sering telat rapat. Di internal, menteri yang kerap dicitrakan seperti itu adalah Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh, yang berasal dari Partai Demokrat.
    Selanjutnya, Sutan menambahkan, kinerja pembantu presiden di bidang transportasi juga kemungkinan akan ada evaluasi. Apalagi, lanjut dia, dengan seringnya terjadi kecelakaan beberapa waktu terakhir. ’’Kalau transportasi kan juga mempengaruhi ekonomi, kalau transportasinya bagus, ekonomi juga bagus,’’ tandasnya, kembali tanpa menyebut nama yang bersangkutan. Namun, indikasi yang disampaikan Sutan tersebut diperkirakan menunjuk pada posisi Menteri Perhubungan Freddy Numberi. Salah seorang kader Demokrat pula yang ada di kabinet.
       Tidak hanya itu, tambah wakil ketua fraksi Demokrat di DPR itu, carut-marutnya birokrasi reformasi birokrasi juga bakal menjadi catatan dan penting dilakukan pembenahan. Apalagi, lanjut Sutan, pelayanan terhadap masyarakat juga tidak maksimal, hingga saat ini.  ’’Reformasi birokrasi, ini sejak jaman Belanda. Dulu biasanya harus melalui 8 meja, sekarang harus 4 meja, kan seperti itu,’’ tegasnya.
Sementara itu, hawa perombakan KIB Jilid II makin terasa di Istana Kepresidenan. Kemarin SBY menerima paparan dari Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Kantor Presiden.
Wapres Boediono dan hampir seluruh anggota KIB jilid dua ikut hadir untuk mendengarkan masukan dari Wantimpres. Hanya Menlu Marty Natalegawa dan Menkeu Agus Martowardojo yang tidak tampak karena tengah berada di luar negeri. Keduanya diwakili Wamenlu Triyono Wibowo dan Wamenkeu Anny Ratnawati.
Usai rapat yang berlangsung tertutup selama sekitar dua jam itu, anggota Wantimpres Ryaas Rasyid mengaku tidak memberikan masukan terkait reshuffle. ’’Kita memberikan masukan mengenai ini lho situasi, implikasi tentang kinerja kabinet,’’ katanya.
Dia menyebutkan, ada beberapa masalah di bidang ekonomi yang perlu untuk ditinjau kembali. Termasuk berkaitan dengan keseimbangan pembangunan wilayah timur dan barat Indonesia.  ’’Juga menyangkut reformasi birokrasi,’’ ujar Ryaas. Kemudian juga mengenai hubungan dengan parlemen sehingga pembahasan RUU tidak tersendat.
Menurut pria kelahiran Gowa, Sulawesi Selatan itu, presiden akan menyampaikan policy speech terkait dengan rencana tiga tahun ke depan. Rencananya, pidato tersebut disampaikan sebelum 20 Oktober.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, masukan dari Wantimpres lebih kepada implementasi strategi pemerintah selama ini. Menurutnya, tidak ada kementerian tertentu yang secara khusus disorot.
Meski begitu, Julian menegaskan, presiden tetap melakukan persiapan penataan kabinet dengan memerhatikan pertimbangan dari Wantimpres. Proses reshuffle, disebutnya, akan dimulai pada minggu awal bulan Oktober. ’’Presiden akan berkomunikasi (dengan para menteri),’’ katanya. (jpnn/c3/ary)

Unila Sabet 3 Perak-3 Perunggu

PADA Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (Pomnas) XII di Batam, Kepulauan Riau, 18–24 September 2011 lalu, Unila menargetkan emas. Sayangnya, satu pun medali bergengsi tersebut tidak ada yang berhasil dibawa pulang. 

’’Dari 32 provinsi, Lampung berada pada urutan ke-19. Jadi, kami (Unila, Red)  hanya meraih tiga perak dan tiga perunggu,’’ terang Pembantu Rektor III Unila Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H. kepada Radar Lampung di ruang kerjanya kemarin.
Diakui, sejak awal pihaknya memang sudah pesimistis dengan dilaksanakannya Pomnas di Batam tersebut. Sebab dari antusias penonton, menurutnya, sangat rendah. ’’Selain daerah tersebut daerah industri, tata pelaksanaannya juga kurang siap,’’ cetusnya.
Pada Pomnas itu, ia menguraikan, Lampung dan Unila sendiri khususnya hanya mengikuti empat cabang olahraga dengan total 32 atlet. Kemudian medali yang didapat di antaranya 2 perak dan 1 perunggu dari cabang renang. Lalu 1 perak di cabang karate, dan 2 perunggu dari silat. (hyt/c3/rim)

Isu Rolling Kembali Mencuat

BANDARLAMPUNG – Wali Kota Herman H.N. kembali merombak kabinetnya. Ini bukan sekadar rumor murahan. Undangan pelantikan telah dibagikan. Skenarionya rolling dilakukan sedemikian rupa.
Sejumlah pejabat pun mulai kasak-kusuk mendengar isu santer itu. Apalagi bagi mereka yang bakal tergusur posisinya.
Ya, rolling ini merupakan kali ketiga di bulan September, sesudah beberapa pekan lalu, tepatnya setelah satu tahun kepemimpinan Herman bersama Thobroni Harun (wakil wali kota).
Nah, jika tak ada aral merintang, hari ini (30/9) perombakan itu direalisasikan. Herman H.N. berencana menggelar rolling susulan pejabat eselon III, IV, lurah termasuk camat.
Dua kali rolling sebelumnya, orang nomor satu di Bandarlampung itu sudah merombak puluhan pejabat eselon II, III, dan IV. Meski belum ada kepastian dari pejabat setempat, berdasarkan pengakuan sejumlah pejabat eselon III, rolling hari ini jumlahnya lebih besar dari sebelumnya.
’’Undangan rolling tidak diberikan kepada pejabat bersangkutan, tetapi diserahkan kepada kepala SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Namun yang pasti, jumlahnya lebih besar dari rolling dua kali sebelumnya di bulan ini,” ungkap pejabat yang enggan disebutkan namanya itu kepada Radar Lampung kemarin (29/9).
Menurut dia, rolling kali ini merupakan lanjutan rolling sebelumnya. Namun lebih dikonsentrasikan pada lurah. Sedangkan untuk camat sendiri hanya dua orang.
’’Lurah yang paling banyak di-rolling, karena yang saya dengar camat hanya dua orang. Tetapi camat mana saya belum jelas,” paparnya.
Hal senada diungkapkan pejabat eselon III lainnya. ’’Iya, saya menerima undangan rolling besok (hari ini, Red). Tetapi, saya tidak tahu akan ditempatkan di mana,” tuturnya.
Namun, ia juga memastikan rolling kali ini didominasi lurah. ’’Lurah yang paling banyak mendapat jatah rolling. Kemungkinan ini hasil evaluasi kinerja. Kaitannya dengan program kebersihan dan pembangunan lainnya,” beber dia.
    Sejumlah kepala SKPD juga membenarkan rencana rolling lanjutan hari ini. Meskipun mereka enggan untuk berkomentar banyak. “Jangan tanya saya, langsung saja ke sekkot saja. Kebetulan saya masih berada di Jakarta, tengah melakukan koordinasi dengan BKN,” ujar Kepala BKD M.Umar lewat sambungan telepon.
Sementara, Sekretaris Kota Bandarlampung Badri Tamam juga belum bersedia memberikan penjelasan detail menyangkut rumor yang berkembang. ’’Wah, saya belum tahu itu. Coba tanyakan ke kepala BKD, karena dia yang lebih tahu soal ini,” kata Badri.
Sekadar mengingatkan, Rabu (21/9) lalu wali kota juga telah me-rolling 13 pejabat eselon III. Selanjutnya disusul Jumat (23/9), mantan kepala Dinas Pendapatan Lampung itu juga telah me-rolling pejabat eselon III dan IV.
’’Rolling yang dilakukan sudah berdasarkan evaluasi kinerja dan dilakukan secara cermat,” ujar Herman H.N. usai melakukan rolling eselon II pekan lalu.
Untuk itu, dia meminta pejabat yang dilantik bekerja secara profesional, cepat, dan tepat. ’’Harus bisa ikutin gaya saya. Saya paling tidak senang yang kerjanya lamban. Intinya jangan main-mainlah kalau bekerja,” tegas dia.
Pada kesempatan itu, Herman juga sempat mengimbau kepada pejabat untuk tidak mematikan handphone. ’’HP pejabat harus aktif 24 jam,” pungkasnya. (ful/c1/adi)

Sabtu, 01 Oktober 2011

Endus Kecurangan Terorganisasi

Pilkada PringsewuPartai Golkar selaku pengusung pasangan nomor urut dua Ririn Kuswantari-Subhan Effendi dalam Pilkada Pringsewu menengarai banyak pelanggaran yang dilakukan secara sistematis dan terorganisasi untuk memenangkan calon lain.
Untuk itu, kini partai tersebut terus mengumpulkan bukti-bukti.
Ketua Tim Pemenangan Partai Golkar F.X. Siman yang didampingi Ketua Tim Kampanye Herman dalam konferensi pers di Posko Pemenangan Ririn-Subhan kemarin (30/9) menjelaskan menolak hasil perhitungan di tingkat panitia pemilihan kecamatan (PPK).
Alasannya, banyak ditemukan kejanggalan untuk memuluskan calon lain. Partai Golkar menemukan adanya pelanggaran di Pagelaran. Di mana  banyak ditemukan formulir C.1 (kertas rekap suara) yang diduga ’’bodong”. Seperti tanda tangan saksi pada formulir C.1 banyak yang dipalsukan oleh oknum penyelenggara. Begitu juga dengan jumlah perolehan suara nomor urut 2 tidak sesuai dengan kenyataan. ’’Formulir C.1 cocok, tetapi proses untuk mencantumkan hasil suara yang ilegal,’’ ungkapnya.
Bahkan, kata dia, banyak saksi Golkar yang hanya menandatangani berita acara penghitungan, kemudian pulang. Setelah ditanya hasil formulir C.1 ternyata tidak punya, dan saat dicek ulang tanda tangan di formulir C.1 dipalsukan.
Partai Golkar juga keberatan hasil perhitungan di PPK karena ada perhitungan yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya, serta terjadinya  perubahan hasil perolehan suara secara sistematis.
Dia menjelaskan berdasar temuan, ada sekitar 16 pekon di Kecamatan Pagelaran, di antaranya Pekon Candiretno, Wayngison, Pagelaran, Panutan, Patoman, Lugusari, Gemahripah, dan Bumiratu, ternyata selisih suara antara nomor 2 dengan nomor 5 hanya 1.163 suara.
’’Saat ini ada delapan dari 24 pekon di Pagelaran yang belum diselidiki. Di sana, calon lain bisa menang hingga 6.000 suara. Seperti delapan pekon di wilayah utara Pagelaran diduga juga terjadi seperti itu,’’ ungkap Siman.
    Lebih lanjut Herman juga menyebutkan bahwa data yang bisa dipertanggungjawabkan adalah data yang dihitung secara manual oleh Polri dan TNI. Sebab, aparat juga melakukan pendataan di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Bahkan suara unggul sementara adalah No. 2 Ririn-Subhan dan sudah diunggah di Google.
’’Jadi semua orang sudah tahu kalau yang mendapatkan suara terbanyak adalah calon No. 2,” ungkapnya.
Golkar juga menyikapi netralitas Pemkab Pringsewu. Menurutnya, ada rekaman saat mereka rakor yang dipimpin pejabat setempat di kalangan eselon 2, 3, dan 4. Rekaman ini diperoleh dari pejabat satker yang diduga ikut rakor tersebut.  
’’Bahkan untuk ketidaknetralan pemkab, kami sudah punya rekamannya. Yakni saat pemkab menggelar rapat dengan pejabat satker, mereka diberikan penekanan. Rekaman ini telah kami simpan sebagai barang bukti,’’ tukasnya.
Terpisah, calon nomor urut 3 Abdullah Fadri Auli (Aab) juga secara tegas menolak hasil pilkada tersebut, karena dilakukan dengan cara tidak halal. ’’Kemenangan dilakukan dengan cara tidak halal,’’ pungkasnya.
Sedangkan terkait beredarnya hasil quick count desk pilkada yang dinilai melanggar, penjabat Bupati Tulangbawang Barat Ir. Hi. Hanan A. Rozak, M.S. membantah jika pemkab memublikasikan hasil rekapitulasi penghitungan suara oleh desk pilkada.
’’Akan sangat janggal ketika Pemkab Tuba Barat tidak memiliki data tentang hasil tersebut. Karenanya, pemkab membuat perhitungan cepat dengan cara membuat quick count di satuan kerja yang memiliki keterkaitan dengan politik. Sampai saat ini, kami tidak pernah memublikasikan. Bahkan pintu kantor pun langsung saya tutup rapat,’’ katanya.
Senada, polemik seputar hasil quick count desk pilkada juga disikapi Pemerintah Provinsi Lampung. Pemprov memastikan terus melaporkan kondisi pilkada di 3 daerah otonomi baru (DOB) kepada menteri dalam negeri (Mendagri). Laporan tersebut nantinya tetap dilakukan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Daerah Lampung.
’’Iya. Laporan perkembangan akan terus dikirim ke Mendagri. Seperti nanti pada Senin (3/10) juga dilaporkan kembali ke Mendagri. Setiap ada yang terkait ideologi politik, kami laporkan,’’ kata Kepala Badan Kesbangpol Lampung Budiharto kemarin.
Dijelaskan, laporan tersebut sifatnya internal ke Mendagri. ’’Hanya kalau masyarakat mau tahu, silakan saja,’’ tukasnya. (wdi/rnn/fei/c1/ary) 

Kelas Kurang, Lima Tahun Belajar di Teras





GEDONGTATAAN – Kekurangan ruang kelas membuat kegiatan belajar mengajar (KBM) di SDN 5 Cipadang, Dusun Sumbersari, Desa Cipadang, Kecamatan Gedongtataan, Pesawaran, terganggu. Sebanyak 20 murid harus belajar di luar kelas. Hal ini sudah terjadi sejak lima tahun silam. 

KBM di sekolah ini berlangsung di lima ruang yang menampung 122 murid. Sementara kekurangan ruang terjadi untuk siswa kelas 3. Salah seorang guru mengatakan, kekurangan ruang kelas membuat KBM dilakukan di teras kelas 1 dan 2.
Tidak hanya itu. Beberapa bagian sekolah yang dibangun pada 1980 ini rusak. Seperti pintu yang lapuk dan kaca jendela kacanya sudah pecah serta tidak lagi memiliki jendela. Namun, hingga kini kerusakan belum diperbaiki.
’’Kalau pembangunan penambahan lokal belum ada. Disdik (Dinas Pendidikan) memberikan bantuan bangku dan meja saja,” kata guru yang enggan namanya disebutkan itu.
Dilanjutkan, untuk tenaga pendidik, SDN 5 Cipadang memiliki  enam guru PNS dan enam guru honorer. ’’Kami berharap Pemkab Pesawaran segera memberikan bantuan tambahan lokal. Dengan begitu, murid kelas 3 bisa melakukan proses belajar mengajar di dalam ruangan,” harapnya.
Sementara, Kabid Gedung Disdik Pesawaran Asep Kusdinar mengatakan, SDN 5 Cipadang menjadi salah satu prioritas pembangunannya pada APBD Perubahan 2011.
’’Kami segera turun ke lokasi guna melihat kondisi gedung itu dan melakukan pendataan. Sekolah itu termasuk dari delapan sekolah yang mengusulkan ke Disdik untuk mendapatkan bantuan rehab,” ujarnya.
Jika dari hasil peninjauan, SDN 5 Cipadang memenuhi kriteria perbaikan akan dilakukan.
Menurut Asep Kusdinar, mekanisme untuk mendapatkan bantuan dari dana alokasi khusus (DAK), khususnya sarana dan prasarana, harus dari pihak sekolah yang mengusulkan ke Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) setempat.
    Karena itu, UPTD harus memeriksa usulan-usulan dari sekolah. Setelah itu, UPTD membuat rekomendasi ke Disdik melalui Bagian Gedung dan Perlengkapan. Dari sini, Disdik kembali melakukan pemeriksaan.
Sayangnya, hingga kini Disdik Pesawaran belum mendapatkan rekomendasi dari UPTD Gedongtataan mengenai SD mana saja yang akan direhab. Usulannya sudah ada delapan sekolah, termasuk SDN 5 Cipadang. Namun, rekomendasinya belum diberikan. (rnn/c2/ais)

RUU Intelijen Digugat ke MK

28 KALI DIBACA



Disepakati DPR dan Pemerintah
JAKARTA - RUU Intelijen Negara yang telah disepakati DPR dan pemerintah dalam pengambilan keputusan tingkat I langsung dibayangi ekspresi ketidakpuasan dari kalangan LSM. Mereka mengancam akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sejumlah materi yang dianggap melanggar konstitusi.

’’Kemungkinan besar kami akan menggugat pasal mengenai rahasia intelijen dan penggalian informasi,’’ kata Direktur The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Al Araf sewaktu dihubungi kemarin (30/9).
Dia menyampaikan kategorisasi rahasia intelijen yang tidak rinci dan ’’karet’’ berpotensi besar mengancam prinsip keterbukaan informasi dan kebebasan pers. Ancaman pidana dari bocornya informasi intelijen, menurut Al Araf, seharusnya tidak ditujukan ke setiap orang. Melainkan cukup kepada personel intelijen yang mempunyai tanggung jawab memegang rahasia intelijen tersebut.
RUU Intelijen menyebut setiap orang yang dengan sengaja mencuri, membuka, atau membocorkan rahasia intelijen diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta. ’’Sesuatu yang tidak pantas, ada suatu rahasia intelijen bocor, warga negara yang malah kena hukum,’’ protes Al Araf.
Soal penggalian informasi, dia memandang itu juga sebenarnya tidak dibutuhkan. Intelijen oleh rancangan undang-undang (RUU) ini diberi wewenang melakukan penggalian informasi terhadap setiap orang, termasuk yang sedang menjalani proses hukum. Namun harus bekerja sama dengan penegak hukum terkait, misalnya kepolisian. Intelijen sendiri tidak boleh melakukan penangkapan dan penahanan.
Menurut Al Araf, aturan ini akan menimbulkan masalah. Karena KUHAP tidak mengenal keterlibatan intelijen dalam proses penyelidikan oleh aparat penegak hukum. Bila dipaksakan, justru membuka celah untuk digugat melalui praperadilan, karena tidak sah. ’’Ini membuat blunder dalam mekanisme criminal justice system,’’ tukasnya.
Terkait kewenangan penyadapan, Al Araf menyampaikan Imparsial masih akan mengkajinya lebih mendalam. Terutama karena tidak diaturnya persoalan audit penyadapan. ’’Dalam setahun seharusnya dilaporkan kepada publik. Cukup jumlah penyadapannya. Kalau ke parlemen, secara rinci,’’ ujarnya.
Sementara, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mempersilahkan bila ada pihak-pihak yang ingin menggugat RUU Intelijen Negara ke MK.  ’’Nggak apa-apa. Itu memang hak siapa pun, jika dianggap ada klausul di suatu UU bertentangan dengan konstitusi,’’ katanya.
Terkait pengaturan mengenai rahasia intelijen, Mahfudz menyebut komisi I dan pemerintah sudah melakukan sinkronisasi dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik, UU No. 43/2009 tentang Kearsipan, dan UU No. 40/1999 tentang Pers.
’’Kami exercise (uji, Red) betul. Sejauh ini, kami menilai rumusannya sudah sejalan,’’ ujarnya.
Mahfudz berharap pasal-pasal mengenai rahasia intelijen ini dicermati dengan kepala dingin. Ada perbedaan besar antara pembocoran informasi secara sengaja dengan peredaran informasi yang bocor.
’’Ada aparat intelijen sengaja membocorkan rahasia intelijen, maka dia terkena pidana. Tetapi setelah dibocorkan, ada pihak lain yang menerima atau terus  beredar dari mulut ke mulut, tangan ke tangan sampai ke media massa, itu tidak terkualifikasi dalam konteks ini. Kalau tidak, seribu orang bisa dipidana,’’ tukas Mahfudz.
Kamis malam (27/9), DPR dan pemerintah berhasil mencapai kesepakatan bulat dalam pengambilan keputusan tingkat I terhadap RUU Intelijen Negara. Dari pihak pemerintah diwakili Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar serta Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutanto. Rencananya, RUU ini disahkan menjadi UU dalam sidang paripurna DPR, Selasa mendatang.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mempersilakan jika ada pihak yang akan melakukan uji materi terkait UU Intelijen nantinya. Menurutnya, DPR sudah berupaya maksimal untuk mengubah sejumlah usulan di RUU Intelijen versi pemerintah.
’’Judicial review tidak apa-apa, itu hak rakyat,’’ kata Priyo usai salat Jumat di gedung parlemen, Jakarta, kemarin.
Dilanjutkan, apa yang disepakati pada Kamis (29/9) malam adalah jalan tengah antara DPR dengan pemerintah. Selama ini, kata Priyo, pemerintah dan DPR telah alpa dengan secara tidak sengaja melumpuhkan alat intelijen. Ini yang menyebabkan intelijen kerap terlambat satu langkah dibandingkan aksi yang terjadi. ’’Seperti kasus bom, sudah terdeteksi, kami ingin ke depan tidak salah langkah,’’ ujarnya.
Penguatan terhadap intelijen, imbuh Priyo, juga bukan berarti menjadikan lembaga telik sandi itu menjadi alat untuk kepentingan presiden. Menurut dia, DPR nantinya tetap memiliki kontrol atas fungsi-fungsi intelijen.
’’DPR mempunyai fungsi pengawasan, sekaligus bisa menganggarkan atau tidak menganggarkan dana kepada intelijen,’’ pungkasnya.
Terhadap kontrol atas bocornya informasi intelijen, Priyo mengakui memang awalnya harus bersumber dari pembocor pertama. Namun jika itu menyangkut informasi yang muncul di media, dia menjamin bahwa DPR akan memberi dukungan melalui perlindungan. ’’Alat-alat yang diberikan kepada intelijen itu untuk kepentingan keamanan negara yang lebih besar, keterlaluan kalau hanya untuk individu seperti wartawan,’’ tandasnya. (jpnn/c1/ary)

Seputar UU Intelijen

* Badan Intelijen Negara berwenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap setiap orang yang terkait dengan: kegiatan yang mengancam ketahanan nasional (pasal 31 ayat a) serta kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase (pasal 31 ayat b)

* Penyadapan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan negeri (pasal 32 ayat 3).
        
* Dalam pemeriksaan terhadap aliran dana, Bank Indonesia, bank penyedia jasa keuangan, atau lembaga analisis transaksi keuangan wajib memberikan informasi kepada BIN (pasal 33 ayat 2).

* Penggalian informasi terhadap setiap orang, termasuk yang sedang menjalani proses hukum, dilakukan dengan ketentuan: tanpa melakukan penangkapan dan/atau penahanan (pasal 34 ayat c), bekerja sama dengan penegak hukum terkait (pasal 34 ayat d).

* Selain menyelenggarakan fungsi intelijen, BIN menyelenggarakan fungsi koordinasi intelijen negara (pasal 28 ayat 2).

WikiLeaks Sebut Sejumlah Menteri SBY Sekutu AS


Liputan6.com, New York: Lama sudah Indonesia tidak terlibat dalam kericuhan yang disebabkan oleh situs whistleblower WikiLeaks. Baru-baru ini, WikiLeaks kembali merilis kawat diplomatik rahasia milik Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Dengan jumlah ribuan data, WikiLeaks menyebut sejumlah menteri pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sebagai sekutu potensial AS.
Sebuah dokumen rahasia berkode referensi 09JAKARTA1773 yang dibuat pada 20 Oktober 2009 itu dirilis melalui situs resmi WikiLeaks, Rabu (24/8) kemarin. Dokumen dengan berjudul "Sekutu yang Menjanjikan untuk Kemitraan Komprehensif di Kabinet Baru Indonesia" ini kembali mengagetkan media.
Dalam dokumen tersebut, Kedubes AS di Jakarta menginformasikan susunan kabinet baru Indonesia di bawah pimpinan Presiden Yudhoyono yang diumumkan pada 21 Oktober 2009 lalu. Selain itu, WikiLeaks juga menyebutkan nama-nama menteri dari berbagai bidang yang berpotensial menjadi sekutu AS.
Di bidang ekonomi, WikiLeaks menyebutkan nama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan Menteri Perindustrian M.S. Hidayat. Ketiganya dianggap Kedubes AS sebagai sekutu yang disambut baik oleh para komunitas bisnis. Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa disebutkan sebagai sekutu kuat SBY, walau dianggap tidak punya rekam jejak kuat dalam reformasi ekonomi.
Di bidang kesehatan, Kedubes AS menyambut baik pengangkatan Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai Menteri Kesehatan. Pemilihan Endang itu juga dianggap pertanda baik, karena ia lulusan Harvard dan pernah bekerja di Badan Kesehatan Dunia atau WHO, serta dekat dengan lembaga bantuan internasional AS atau USAID. Sementara, Menteri Lingkungan Hidup Gusti M. Hatta disebut sebagai akademisi lulusan Belanda yang dihormati.
Dan bidang lainnya, Kedubes AS cenderung ke masalah keamanan dan pertahanan sebagai kunci utama. WikiLeaks menyebutkan nama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto dan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. Keduanya telah bekerja sama dengan AS dalam hal kontra-terorisme, energi, dan lainnya. Suyanto juga pernah berlatih militer di Nellis Air Force Base, AS.
Tak hanya itu, WikiLeaks juga menyebutkan nama menteri lainnya yang sangat penting di bawah pemerintahan SBY, yakni Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Kedubes AS juga meminta Menteri Luar Negeri AS Hillary Rodham Clinton agar menelepon Marty untuk memberikan ucapan sesegera mungkin. Clinton juga diminta mengirimkan surat ucapan formal dan mengundangnya ke pertemuan APEC pada November 2009.(JAY/ANS)

Demi Yahudi, Obama 'Rela' Dicaci Maki



JAKARTA- Dukungannya yang tak pernah goyah untuk negara Yahudi membuat dia dijuluki "Presiden Yahudi Pertama", dan tindakan Presiden AS Barack Obama dalam satu pekan belakangan menyulut caci-maki.
Dalam pidato di Sidang Majelis Umum PBB pada 21 September, Obama mengatakan ia frustrasi dengan sejumlah penundaan dalam proses perdamaian, tetapi tetap percaya bahwa sengketa tersebut harus diselesaikan lewat perundingan antara warga Israel dengan Palestina, dan bukan di PBB.
Presiden Amerika itu berbicara panjang lebar mengenai kemerdekaan dan kebebasan di Sudan Selatan, Pantai Gading, Tunisia, Mesir dan Libya --melalui Arab Spring. Tapi tak satu patah pun dilontarkannya mengenai hak kebebasan atau penderitaan orang Palestina.
Uri Avnery --pegiat perdamaian, mantan angota Kensset Israel dan pendiri organisasi "Gush Shalom"-- mengatakan itu adalah "pidato yang indah. Pidato yang cantik. Bahasa yang bagus. Argumentasi yang jelas dan meyakinkan". Pendeknya itu adalah pidato tanpa cela.
Avnery juga menyebut pidato Obama tersebut sebagai "karya seni". "Tapi hampir setiap bagian pernyataan tersebut di dalam pidato itu adalah dusta. Pembicaranya tahu itu dusta. Begitu juga dengan pendengarnya," kata Avnery di dalam tulisan di Information Clearing House pada 26 September.
Pidato tersebut dipandang sebagai "tindakan terbaik dan terburuk Obama".Dari segi isi, Obama dianggap menjual kepentingan nasional yang mendasar Amerika Serikat untuk meraih kesempatan kedua dalam pemilihan presiden mendatang di negeri Paman Sam itu.
Pidato Obama dinilai "tak terlalu baik, tapi secara politik bagus". Obama memperlakukan kedua pihak dalam konflik Palestina-Israel sebagai "kekuatan yang seimbang".
Tapi Presiden Amerika Serikat tersebut dianggap cuma memandang "Israel lah yang menderita, dari dulu hingga sekarang". Seorang anak Israel "terancam roket. Anak itu dikeliling oleh anak-anak Arab yang dipenuhi kebencian".
Gayung pun bersambut! Semua tindakan Obama telah memberinya julukan "Presiden Yahudi Pertama" di Amerika Serikat.
John Heilemann di New York Magazine terbitan September, mengomentari aksi Obama, yang sangat membela kepentingan Israel di Sidang Majelis Umum PBB. Saat Palestina mengingini pengakuan kedaulatan, Obama menjegal langkah Palestina dan meminta Presiden Palestina Mahmoud Abbas kembali ke meja perundingan, yang tentu saja dikuasai AS dan Israel.
"Obama adalah sahabat terbaik Israel saat ini," kata Heillemann, sebagaimana dikutip. Malah sejak hari pertama di kantornya Obama "sudah segalanya pro-Israel. Bisa jadi dia lah Perdana Menteri Israel yang sesungguhnya", kata Heillemann dengan nada sindiran.
Namun, Obama mengemas citranya dengan sangat baik. Dia adalah presiden kulit hitam pertama. Nama tengahnya adalah Hussein, nama Islam. Dia mempunyai banyak teman dari intelektual Islam, termasuk sejarawan terkemuka Rashid Khalidi.
Tapi yang kerap dilupakan orang adalah kedekatan Obama dengan masyarakat Yahudi Chicago. Itu membuat Obama sangat mengerti dan terbiasa dengan masyarakat Yahudi dan pandangan mereka.